Berpikir Positif

"Seseorang yang berpikiran positif dapat melihat sesuatu yang tidak tampak, dapat merasakan hal-hal yang terselubung dan dapat meraih hal-hal yang tidak mungkin." (Anonim)

12 Desember 2008

Blessing In Disguise

Dalam sebuah e-mail dari teman pernah ada kisah sepasang suami-istri dan anaknya. Ceritanya kira-kira begini. Adalah sepasang suami-istri yang sudah lama tidak mempunyai anak. Suatu hari sang istri ternyata hamil lalu melahirkan seorang anak laki-laki. Semua tetangga mengatakan mereka adalah pasangan yang beruntung. Anaknya laki-laki lagi. Kalau nanti sudah dewasa, bukankah dia bisa bekerja keras dan merawat orang tuanya? Sungguh beruntung mereka punya anak laki-laki. Ternyata anak tersebut sangat senang kuda. Dia sangat ingin memiliki seekor kuda. Tapi mereka miskin sehingga tidak bisa membeli hewan tersebut. Semua orang mengatakan bahwa mereka benar-benar sial karena miskin, sehingga tidak bisa membeli kuda. Kalau mereka kaya, kan bisa beli kuda? Sial benar.
Suatu hari ayahnya diberi seekor anak kuda oleh pelanggannya yang sering membeli kayu bakarnya. Jadilah anak itu punya seekor kuda. Semua orang mengatakan mereka sangat beruntung. Ingin punya kuda, eh ada yang memberi kuda. Beruntung sekali.
Anak itu pun belajar berkuda. Dia sering berkuda ke mana-mana. Suatu hari, ketika sedang berkuda. ternyata kuda tersebut mengamuk, sehingga anak itu terjatuh dan kakinya patah. Sejak kejadian itu dia menjadi pincang apabila berjalan. Semua orang menyesali mengapa dia berkuda. Kalau dulu tidak punya kuda, kan dia tidak akan jatuh. Dan kakinya tidak akan pincang. Sial. Mengapa punya kuda? Lebih baik tidak usah punya kuda. Sial sekali.
Setelah anak tersebut menginjak dewasa, ternyata di negara tersebut pecah perang dengan negara lain. Semua pemuda harus menjadi serdadu. Anak pasangan suami-istri itu jugaharus mendaftar. Orangtuanya khawatir kalau anak satu-satunya ikut berperang. Semua tetangga merasa kasihan dan menyesali mengapa dulu tidak lahir anak perempuan saja. Kalau anak perempuan kan tidak harus berangkat berperang. Aduh, sial benar, mengapa pasangan itu dulu melahirkan anak laki-laki?
Ketika dilakukan pemeriksaan kesehatan ternyata anak itu yang kini sudah tumbuh menjadi seorang pemuda, tidak diterima sebagai serdadu karena kakinya cacat. Semua orang mengatakan, beruntung sekali dia tidak harus berperang. Coba kalau dulu tidak jatuh dari kuda, dia pasti harus ikut berperang. Untung dulu dia punya kuda. Untung dulu dia jatuh dari kuda. Untung kakinya pincang. Sungguh beruntung dia.
Dari cerita ini, sebenarnya untung dan sial itu apa sih? Kapan seorang disebut beruntung dan kapan kurang beruntung? Ketika anak laki-laki yang lahir, katanya beruntung, tapi ketika dia harus berperang, orang-orang mengatakan mengapa dulu tidak lahir anak perempuan saja?
Ketika dia mendapat kuda, katanya beruntung, tapi ketika dia pincang karena jatuh dari kuda, katanya sial. Orang-orang menyesali mengapa punya kuda. Lalu ketika dia tidak jadi berperang karena pincang, kata orang dia beruntung karena dulu pernah jatuh dari kuda. Untung dulu punya kuda. Untung dia pincang.
Jadi, sebenarnya kapan seseorang sial dan kapan seseorang beruntung? Apakah karena tidak sesuai dengan yang kita harapkan lalu kita katakan sial atau kita anggap musibah? Apakah ketika sesuai dengan keinginan kita, lalu musibah tersebut bisa berubah menjadi keberuntungan? Kapan kita menyesali sesuatu? Kapan kita mensyukuri sesuatu? Mungkin saja apa yang diaggap sial atau musibah hari ini, mungkin bisa berubah menjadi keberuntungan di masa depan.
Melihat berkah
Mengapa? Mungkin karena kita belum bisa melihat blessings in disguise. Kita tidak bisa melihat berkah dibalik musibah. Apa yang dilihat sebagai musibah hari ini, ternyata di kemudian hari baru kita sadari bahwa hal itu mengandung berkah. Kisah berikut ini pernah saya tulis dari sudut pandang yang berbeda. Sekali waktu ada seorang pria buta huruf yang bekerja sebagai penjaga sebuah gereja di Amerika Serikat. Sudah sekitar 20 tahun dia bekerja di sana. Suatu hari pemimpin gereja itu dipindahkan ke tempat lain dan digantikan oleh pemimpin baru. Pemimpin baru ini menerapkan aturan baru. Semua pekerja harus bisa membaca dan menulis agar mereka bisa mengerti pengumuman yang ditempel di papan pengumuman. Penjaga yang buta huruf itu terpaksa tidak bisa bekerja lagi. Dia sangat sedih dan berjalan pulang dengan lemas. Dia tidak berani langsung pulang ke rumah, tidak berani langsung memberitahu isterinya. Dengan sedih dia berjalan pelan menelusuri jalanan.
Setelah hari gelap sampailah dia di sekitar pelabuhan. Dia pun ingin membeli tembakau. Tapi setelah mencari kemana-mana, setelah mengelilingi beberapa blok, tidak ada satu toko pun yang menjual tembakau. Tiba-tiba, dia berfikir "Tembakau sangat perlu. Tapi di sekitar sini tak ada yang jual tembakau. Aku ingin jualan tembakau saja ah."
Dia pun pulang, lalu dengan penuh semangat menceritakan idenya untuk berjualan tembakau kepada isterinya. Dia tidak lagi menyesali nasibnya yang baru saja kehilangan pekerjaan. Kemudian dia pun membuka kios tembakau. Ternyata tembakaunya laku keras.
Tak berapa lama, dia bisa membuka toko tembakau. Beberapa tahun kemudian dia bisa membuka beberapa cabang toko tembakau di tempat lain. Jadilah dia pedagang tembakau sukses.
Ketika sudah jadi orang kaya, dia pun pergi ke bank untuk membuka rekening. Tapi karena buta huruf, maka dia tidak bisa mengisi formulir. Karyawan bank berkata "Wah, Bapak yang buta huruf saja bisa punya uang sebanyak ini, apalagi kalau Bapak bisa membaca dan menulis, Bapak pasti lebih kaya lagi." Dengan tersenyum dia berkata "Kalau saya bisa membaca dan menulis, saya pasti masih menjadi penjaga gereja."
Waktu dia dipecat, dia merasa sedih, putus asa, dan mungkin menyesali kejadian itu. Peristiwa itu merupakan musibah. Tapi kini, dia bisa melihat bahwa mungkin nasibnya tidak akan berubah menjadi seperti sekarang kalau dulu dia tidak dipecat.
Apa yang dulu merupakan musibah, ternyata kini mendatangkan keberuntungan, menjadi berkah. Mari kita mencoba bersabar dan tabah dalam menghadapi apapun. Berdoa supaya bisa melihat berkah di balik musibah. Do not give up! See the blessings in disguise!

04 Desember 2008

Pulau Monyet

Oleh : Farabi Al Mishri

Tersebutlah sebuah pulau yang dihuni oleh banyak monyet. Selain monyet, pulau tersebut juga memiliki hamparan pohon kelapa yang melimpah, sehingga monyet telah dijadikan sebagai pemetik buah kelapa menggantikan peran manusia. Harga seekor monyet awalnya hanya senilai $10/ekor, namun belakangan terus meningkat terutama sejak Mr. Greedy berani membayar seekor monyet dengan harga dua kali lipat.

Melihat peluang bisnis dan dalih jasa pemetikan kelapa, Mr. Greedy terdorong untuk memiliki monyet dalam jumlah yang lebih banyak. Perburuan monyetpun dilakukan, setiap penduduk yang memiliki monyet ditawarkan harga yang menarik, yaitu $20 per ekor. Kini masyarakat ramai-ramai menjualnya dengan harga di atas pasaran, dan bahkan menembus harga $40/ekor.

Mr. Greedy belum puas, dikala populasi monyet semakin berkurang dan penduduk sudah tidak memiliki monyet lagi, ia menawarkan harga dua kali lipat lebih, yaitu $95 untuk setiap monyet. Penduduk pun ramai-ramai mencari sumber monyet dari berbagai tempat termasuk di pulau lain, namun sayang di pulau-pulau lain tersebut, monyet sulit ditemui. Kalaupun didapat ongkosnya tidak sebanding dengan biaya perolehan.

Melihat peruntungan yang menarik, apalagi Mr. Greedy bersedia membayar $95 per ekor, maka penduduk semakin bernafsu memperolehnya. Melihat situasi demikian, Mr. Cunning, si licik, kepercayaan Mr. Greedy mulai mengatur siasat. Ia membobol kandang monyet milik Mr. Greedy seolah-olah dicuri maling, kemudian menjualnya kepada para pencari monyet seharga $55 per ekor. Maka mereka pun berbondong-bondong membeli monyet di harga itu, dengan harapan Mr. Greedy akan membelinya senilai $95.

Hitung-hitungan kasar dari spekulasinya, para pembeli itu akan memperoleh keuntungan $40 per ekor ($95 - $55). Namun yang terjadi adalah sebaliknya, Mr. Greedy enggan membayar monyet-monyet itu dengan harga penawaran terakhir, yaitu $95, karena menurutnya monyet-monyet itu adalah miliknya yang diambil oleh maling. Bersamaan dengan peristiwa itu, Mr. Cunning sudah raib ditelan bumi, ia pergi meninggalkan pulau itu dan tidak jelas rimbanya lagi.

Pemilik monyet-monyet itu nasibnya kini sama persis dengan pemegang Collateralized Debt Obligations (CDOs), surat/sekuritas subprime mortgage. Harga monyetnya tidak lebih dari $10, sama seperti harga sebelum dibeli oleh Mr. Greedy. Sementara Mr. Greedy dan patnernya, Mr. Cunning meraup keuntungan per ekor monyet tertinggi sebesar $45 ($55 - $10), $35 ($55 - $20), dan keuntungan terendah, $15 ($55 - $40). Penduduk pulau monyet hanya gigit jari, keuntungan besar yang diharapkan dari spekulasi tersebut berbuntut kerugian yang menyesakkan dada. Sementara Mr. Greedy dan Mr. Cunning kabur menikmati dolarnya.

Kisah pulau monyet itulah yang barangkali terjadi di belantara bisnis CDOs di negeri Paman Sam. Dikala Federal Reserves (Fed), Bank Sentral AS, menurunkan suku bunganya menjadi 1%-1,75% pada awal tahun 2000-an, menyebabkan bisnis sektor perumahan menggelembung, bahkan debitur yang berpenghasilan pas-pasan atau sebenarnya tidak layak (subprime) bisa memperoleh mortgages atau seperti kredit pemilikan rumah di negeri ini. Analoginya seperti kasus pemegang kartu kredit yang berasal dari golongan berpendapatan rendah, namun memiliki banyak kartu kredit.

Bank pemberi mortgage (KPR) kemudian menjual subprime mortgage yang berisiko tinggi tersebut melalui proses sekuritisasi, yaitu mengubah obligasi mortgage menjadi sekuritas (surat berharga) baru yang disebut Collaterized Debt Obligations (CDOs) atau sebagai Mortgage Back Securities, surat berharga beragun KPR. CDO tersebut tercipta melalui pemilahan dari beberapa mortgage yang potensial/kurang potensial dengan financial asset lain, kemudian produk derivasinya (turunan) diasuransikan serta memasukkannya dalam lembaga pemeringkat (Rating Agency), sehingga bank dapat menjual pada harga rating AAA (berisiko rendah), BBB (sedang), dan CCC (tinggi).

Rekayasa tersebut sebenarnya syarat dengan kolusi dan moral hazard dari berbagai pihak, antara lain mortgage lender (bank), broker mortgage, maupun agen pemeringkat. Hasil rekayasa tersebut telah mampu membangun image kepercayaan, sehingga CDOs tersebut menyebar tidak saja di AS tetapi juga ke belahan dunia, seperti daratan Eropa, dan Australia yang saat ini paling terasa dampaknya.

Pada tahun 2000 - medio 2005 harga pasar rumah meningkat lebih dari 10%, sehingga pengembangan sektor perumahan menjadi sangat pesat, bahkan 40% rumah yang dibeli merupakan investasi atau rumah kedua. Martin Feldstein, mantan penasehat ekonomi AS, mengestimasikan bahwa selama tahun 1997 - 2007, konsumen membelanjakan lebih dari USD 9 triliun untuk home equity-nya. Dibarengi dengan dikeluarkannya instrumen Adjustable Rate Mortgage (ARMs) oleh Menteri Keungan AS, yaitu pengenaan bunga lebih rendah dari pasar selama 2 tahun pertama, dan pada tahun selanjutnya mengikuti tingkat bunga yang berlaku, yang menyebabkan bank menikmati penambahan hasil.

Secara bertahap sejak Juni 2004 Fed mulai menaikkan suku bunga hingga 5,25% pada Agustus 2007, kredit-kredit ini mulai menuai masalah, sehingga banyak perusahaan penerbit mortgage (investment banks) mengalami kerugian besar dan tidak bisa membayar kewajibannya kepada pemegang CDO. Hal itu karena, para debitur KPR banyak yang menunggak alias mengalami gagal bayar termasuk subprime mortgage, dan terjadilah penyitaan rumah secara besar-besaran. Menurut Reality Trac (perusahaan penyedia data penyitaan rumah di AS) mencatat tidak kurang dari 2,5 juta rumah disita, hal ini mengakibatkan harga rumah turun tajam apalagi di daerah yang memiliki excess supply (kelebihan penawaran).

Dampaknya bisa diterka, investor besar seperti Lehman Brothers misalnya yang membeli CDO mengalami kerugian besar, dan hal ini mengakibatkan harga saham atau nilai aktiva bersih dari investor yang memiliki CDO harganya turun, yang berantai kepada investor besar/retail lainnya. Kebanyakan investor menjual portfolio (termasuk sahamnya) secara besar-besaran di berbagai pasar dunia, dan efek dominonya secara keseluruhan pasar modal (bursa saham) dunia mengalami penurunan sangat tajam.

Beberapa perusahaan yang terkena dampak dan mengalami tekanan keuangannya antara lain adalah Lehman Brothers, dan WaMu (bangkrut), Fannie Mac, Freddie Mac, AIG, Fortis, Bradford & Bingley, dan GLINTNIR (dinasionalisasi) , Merrill Lynch, HBOS, dan WACLIOVIA (diambil alih (take over) oleh pemerintah federal), dan Hypo Real Estate (paket penyelamatan) .

Kondisi tersebut menyebabkan penurunan Index Dow Jones dan lainnya yang biasa dijadikan referensi para investor. Krisis subprime mortgage di AS tersebut kemudian menjalar ke negara lain secara langsung seperti Inggris, Perancis, Jerman, Belgia, Icelandia, China, dan Australia. Secara teoritis, alhamdulillah perbankan di Indonesia tidak terkena dampaknya, karena Peraturan Bank Indonesia tidak memperkenankan bank-bank membeli surat hutang berisiko tinggi. Namun dari pasar modal, investor Indonesia banyak yang mengalami kerugian akibat turunnya saham perusahaan lokal apalagi yang terkait dengan Lehman Brothers. Tetapi peran pasar modal di Indonesia kurang dari 10% (Dr. Faisal Basri), sedangkan 80% peran dalam sistem keuangan ada pada sektor perbankan.

Jadi secara teoritis aneh jika kita harus cemas dan kalut menghadapi situasi ini, kecuali mereka yang bermain saham, bukankah hal itu memang sudah menjadi resikonya?. Senyatanya dunia ini selalu ada orang-orang seperti Mr. Greedy (serakah) dan Mr. Cunning (licik). Bukankah para Yahudi (tidak semua Yahudi. red) memang lebih senang berbisnis di sektor abstrak (maya) daripada sektor riil. Pasar uang, pasar modal, dan bursa berjangka (komoditi) adalah bidang-bidang yang banyak mereka geluti, sebutlah salah satunya George Soros.

Allah SWT berfirman, "Maka datanglah sesudah mereka generasi (yang jahat) yang mewarisi Taurat, yang mengambil harta benda dunia yang rendah ini," (QS. Al A'raaf, 7:169). Sejatinya mereka malas bekerja di sektor riil menjadi petani misalnya atau yang berhubungan dengan aktivitas bisnis riil. Oleh karenanya ketika sore kemarin kurs dolar terhadap rupiah ditutup pada harga Rp11.000 an, dari kurs beberapa hari sebelumnya di Rp9.000-an, saya bertanya-tanya, apakah mereka seperti orang-orang yang tinggal di Pulau Monyet, yang tertipu oleh konspirasi Mr. Cunning dan sepak terjang Mr. Greedy?.

Jika mereka membeli US Dolar pada harga Rp10.000 dengan harapan menjadi Rp15.000, apakah itu tidak ada bedanya dengan mereka yang membeli monyet pada harga $55 dengan harapan bisa dijual pada harga $95?. Bukankah itu spekulasi?, ya. Itu namanya spekulasi karena mengharapkan nilai lebih tanpa transaksi yang mendasari (Underlying Transactions) . Jika seseorang membeli dolar karena ada kewajiban dalam waktu dekat yang harus dipenuhi, mungkin hal itu bisa diterima syari'at atau untuk membayar uang kuliah anaknya yang sekolah di AS misalnya. Tetapi kalau hanya untuk mencari untung, secara kaidah ekonomi tentu sah-sah saja, tetapi bukankah itu spekulasi, dan spekulasi itu Judi?.

Dahulu, ketika Al Qur'an diturunkan memang belum ada bursa efek, dan pasar uang (foreign exchange), tetapi berbisnis dengan maksud mengadu nasib melalui spekulasi dan sekedar mencari peruntungan bukankah itu sama halnya dengan mengundi dengan anak panah?. Dalam pemahaman saya, membeli saham atau valuta asing tanpa underlying transactions adalah sama halnya dengan mengadu nasib. Untuk itu Allah SWT telah mengingatkan kita semua, "Dan (diharamkan juga) mengundi nasib dengan anak panah, (mengundi nasib dengan anak panah itu) adalah kefasikan." (QS. Al Maaidah, 5:3).

Sama halnya dengan para penduduk di Pulau Monyet, jika mereka membeli monyet dengan maksud untuk dijadikan tenaga pemetik kelapa, mengacu pada ayat diatas tentu dibolehkan. Namun ketika tujuannya menjadi spekulasi atau sekedar mencari keuntungan, itulah yang dinamakan mengundi nasib. Atau ketika seseorang membeli US dolar dengan harapan kursnya naik menjadi USD/Rp16.000 misalnya - tentu tidak ada bedanya. Selain mengundi nasib, bukankah akibat naiknya dolar akibat sentimen pasar (direkayasa) akan menyebabkan harga-harga barang membumbung ke langit, yang pada gilirannya menyusahkan orang banyak?.

Mungkin kita mempunyai uang banyak, tetapi apakah itu bijak, jika karena daya beli tinggi, maka kita bisa sesuka hati melakukan sesuatu yang menyimpang dari tujuan kita dititipi harta (uang) yang melimpah. Disadari bahwa di balik titipan itu, ada sebuah amanat di dalamnya, yaitu untuk kemanfaatan dan kemaslahatan orang banyak. Allah SWT pun telah mengingatkan hal itu melalui firman-Nya, "Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu mengkhianati Allah dan Rasul (Muhammad) dan (juga) janganlah kamu mengkhianati amanat-amanat yang dipercayakan kepadamu, sedang kamu mengetahui." (QS. Al Anfaal, 8:27). Kita memang bukan penduduk Pulau Monyet, dan kitapun tidak akan berperilaku seperti penduduk di pulau itu, yang mau begitu saja dibodohi. Sehingga negeri ini selamat dari tipu daya dan perilaku manusia-manusia seperti Mr. Greedy dan Mr. Cunning. Insya Allah.