Berpikir Positif

"Seseorang yang berpikiran positif dapat melihat sesuatu yang tidak tampak, dapat merasakan hal-hal yang terselubung dan dapat meraih hal-hal yang tidak mungkin." (Anonim)

16 Juni 2009

Terima Kasih untuk tidak berbohong

Saat ini Kejujuran sulit di dapati, mungkin karena banyak dari kitayang kurang menghargainya, Kita lihat saat ini pemimpin sering tidakjujur dalam penyelenggaraan negara sehingga merugikan kita sebagai rakyatnya, Pedagang berbohong kepada Pembeli sehingga sering mengecewakan pembeli, pendidik sering menggunakan kata-kata yang tidak benar dalam mendidik, sehingga akan timbul generasi yang mengutamakan ketidak benaran. Menurut Wikipedia Bohong adalah pernyataan yang salah dibuat oleh seseorang dengan tujuan pendengar percaya. Fiksi meskipun salah, tetapi bukan bohong. Orang yang berbicara bohong dan terutamaorang yang mempunyai kebiasaan berbohong disebut pembohong.
Kenapa sih manusia itu suka berbohong? karena berbohong itu mudah, karena dengan berbohong dia bisa menutupi kelemahan atau kekuranganya, Karena dengan berbohong seseorang terhindar dari hukuman atau terhindar kelihatan kekurangan atas dirinya. Tapi apakah kebohongan itu akan kekal dan membawa bahagia, Saya yakin kebohongan tidak akanmembawa kebahagian dalam hidup, mungkin dengan berbohong anda selamathari ini, tapi anda akan terus dihantui rasa bersalah seumur hidupanda dimana anda takut kalau kebohongan yang anda buat terbongkar, apalagi kalau hal itu menyangkut hal yang besar, mungkin anda takut haltersebut bisa berakibat Fatal.
Adakah yang namanya bohong baik, banyak orang yang mengatakan bahwadia terpaksa berbohong untuk kebaikan, tapi menurut saya sekaliberbohong tetap berbohong, tidak ada namanya bohong yang baik, mungkinakan lebih baik kita mengungkapkan suatu kebenaran walau kebenaran itumemang sulit dan pahit, tetapi anda telah berjiwa besar, untuk melakukanya dan anda tidak harus menutupi kebohongan seumur hidup anda. Namun mengapa orang harus berbohong? Orang berbohong biasanya disebabkan tiga hal, yaitu kebiasaan, kerakusan dan kedengkian. Satu saja sebab ini ada pada diri kita, dapat dipastikan kita pasti gemar berbohong.
Perlu diingat sekali kita berbohong itu tidak akan cukup, kenapa, karena sekali berbohong tentang suatu hal pasti kita akan merambat kehal-hal yang lain, jadi mau tidak mau pasti kita akan terus berbohong, maukah kita hidup dalam kebohongan satu ke kebohongan yang lain. Kalau saya mengatakan tidak mau, katakan salah itu salah dan benar itu benar, tidak ada daerah abu-abu. kecuali orang yang berfikir tidak baik selalu melihat daerah abu-abu untuk tujuan tidak benar.
Kejujuran adalah bahasa universal, agama apa pun, di tanah manapun kita berdiri, dan di waktu kapan pun kejujuran tetap berlaku. Namunnampaknya keuniversalan tersebut semakin teralienasi, dimana justru saat ini yang lebih sering dianggap biasa dan lumrah adalah ketidakj ujuran. Di kantor, rumah, persahabatan, rumah tangga semakin mudah ditemui warna-warna dusta dengan berbagai ragam dan bentuknya. Dan justru pula disaat yang sama, kejujuran menjadi barang langka dan seringkali dianggap aneh untuk kita semua.
Kebohongan itu menghancurkan, beberapa bukti besar dapat kita lihat bagaimana koruptor yang ditelanjangi di pengadilan selalu menggunakan kebohongan - demi kebohongan untuk menutupi pada akhirnya menghancurkandirinya sendiri, contohnya tokoh politik P3 Al-amin Nur nasution, begitu banyak kebohongan yang di keluarkan saat pertama tertangkap, tetapi kebohonganya terungkap satu demi satu, dan hal itu membuat diatidak dapat dipercaya lagi, sungguh ironis, Al-Amin yang berarti dalam bahasa arab dapat dipercaya menjadi orang yang tidak dapat dipercaya. Dan banyak contoh lainya betapa seorang yang berbohong untuk korupsi pada saat akhirnya terungkap mereka terlihat menyedihkan, dari seorangyang terhormat menjadi orang yang terhujat. kasihan...
Pernah ingat nasihat orang tua saat kita kecil, pasti kita pernah mendengar orang tua menasehati supaya harus menjadi orang yang jujur. Dalam mendidik dan memotivasi supaya seorang anak menjadi orang yang jujur, kerap kali dikemukakan bahwa menjadi orang jujur itu sangat baik, akan dipercaya orang, akan disayang orang tua, dan bahkan mungkin sering dikatakan bahwa kalau jujur akan disayang / dikasihi oleh Tuhan. terkadang terlontar pikiran nakal, bagaimana orang tuamenasihati anak untuk jujur sedangkan orang tua tidak jujur dalam kehidupan pribadinya... kita mengajarkan jujur tetapi kita sendiri berbohong....
Dalam kehidupan sehari-hari, saya sering melihat (bahkan juga ikut terlibat) dalam berbagai macam bentuk aktivitas interaksi sosial dimasyarakat, yang justru kebanyakannya adalah wujud realisasi darisikap tidak jujur dalam skala yang sangat bervariasi, seperti:
Sering terjadi, orang tua bereaksi spontan saat melihat anaknya terjatuh dan berkata "Oh, tidak apa-apa! Anak pintar, enggak sakit, kok! Jangan nangis, yah!". Menurut saya, dalam hal ini secara tidak langsung si-anak diajarkan dan dilatih kemampuan untuk dapat "berbohong", menutup-nutupi perasaannya (sakit) hanya karena suatu kepentingan (supaya tidak menangis). mungkin seharusnya orang tua berkata "jangan menangis ya, sakit itu wajar nanti kita obati agar lekas sembuh" agar kita mengjarkan kejujuran kepada anak kita.
Selain itu saya juga sering melihat dan mengalami kejadian seperti: Saat seseorang bertamu kerumah orang lain, ketika ditanya: " Sudah makan, belum?", walaupun saya yakin tawaran sang tuan rumah "serius" biasanya dengan cepat saya akan menjawab "Oh, sudah!! Kita baru sajamakan ", padahal sebenarnya saya belum makan. mungkin kita bisa menjawab "Saya tidak lapar, atau oh Nanti saja dirumah" kita cenderung berbohong untuk hal remeh seperti ini bagaimana kita membiasakan jujur untuk hal besar, kalau hal kecil saja kita berbohong. Seorang yang sering berbohong lambat laun orang lain akan menyadari dan mencium aroma dusta di lidah anda. Perlahan tapi pasti, setiap orang akan mendeteksi kebohongan anda. Di saat itu terjadi, anda akan terkejutmenyadari betapa sempitnya dunia ini ketika semua orang mengetahui kebohongan anda.
Dalam lingkungan usaha / dagang, kejujuran sering disebut-sebut sebagai modal yang penting untuk mendapatkan kepercayaan. Akan tetapi sangat kontroversial dan lucunya kok dalam setiap transaksi dagang itulah justru banyak sekali kebohongan yang terjadi. Sebuah contoh saja: penjual yang mengatakan bahwa dia menjual barang "tanpa untung"atau "bahkan rugi" hampir bisa diyakini pasti bohong. mungkin pedagang bisa berkata, "maaf pak harganya sekian saya beli, mungkin bapak mau kasih saya berapa, atau mungkin tidak berkata apa-apa lebih baik daripada harus berbohong.
Pernah membayangkan juga hidup di dunia ini tidak ada bohong Maka dibayangkan pasti ketika tidak ada kebohongan maka akan tidak ada perusahaan yang dirugikan oleh kecurangan pegawainya, negara tidak bangkrut karena ulah para koruptor kelas kakap, tak ada keretakan rumah tangga karena senantiasa terlindung oleh bingkai kejujuran, tidak ada pengkhianatan, tidak ada kemunafikan, tidak ada bencana besar yang timbul akibat satu bentuk ketidakjujuran yang terlalu sering dianggap sepele. Maka juga, bisa dipastikan hari itu adalah hari yang sangat dirindukan oleh kita semua. mungin tidak ya.. berharap itu semua bisa terjadi.... Dan saya akan mengucapkan Terimaksih untuk tidak berbohong, kepada orang yang jujur.
Di Momentum yang tepat di bulan yang sakral bagi umat islam saya mengajak seluruh Warga negara Indonesia untuk kembali merefleksikan diri dan membiasakan diri untuk hidup Jujur, Saya akan mencoba mengkampanyekan untuk hidup jujur, dari hal yang terkecil, dimulai saat ini, dimulai dari diri kita sendiri, didalam apa pun yang anda kerjakan. Ijinkan saya mengucapkan kepada Sahabat semua " Terima kasih untuk tidak berbohong... "
'Pengkhianatan yang paling besar ialah engkau memberi informasi kepada saudaramu, yang informasi itu mereka percayai, padahal engkau sendiri berdusta (Bukhari dan Abu Dawud).
.....
bahkan, seringkali manusia berbohong pada diri dan hatinya sendiri.... dimana kita bisa menemukan bumi kejujuran.....????

06 Juni 2009

The Power of Kepepet…...

"Seandainya sekarang Anda tidak memiliki uang tabungan. Penghasilan pun kurang dari 5 juta sebulan. Apakah Anda bisa mendapatkan uang 50 juta, jam 9 esok hari?" Saat saya menanyakan pertanyaan ini kepada peserta seminar, hampir semua menjawab, tidak bisa. Kenapa? Karena mereka mengukur kemampuannya berdasarkan kondisi normal mereka. Dengan penghasilan 5 juta perbulan, jika saving-nya 2 juta perbulan, maka perlu 25 bulan untuk mendapatkan 50 juta.

Bagaimana jika pertanyaan saya ubah? Seandainya, malam hari ini, anak Anda atau orang yang paling Anda sayangi mendadak sakit keras. Dokter mendiagnosa ada sebuah tumor ganas yang harus dioperasi besok juga, jika tidak, maka nyawanya akan melayang. Sedangkan operasi hanya bisa dilaksanakan jika Anda menyerahkan uang tunai sejumlah 5 juta rupiah sebelum jam 9 esok hari. Bagaimana? Apakah Anda masih akan mengatakan tidak bisa? Mayoritas akan menjawab, "Harus bisa". Kenapa? Karena kepepet, jika tidak, nyawa orang yang kita cintai tsb akan melayang.

Jadi sebenarnya jika dalam kondisi yang kepepet dan tidak diberikan pilihan untuk "tidak bisa", manusia akan mencari jalan untuk berpikir "bagaimana harus bisa". Tetapi kenapa sukses, kaya, membahagiakan orang tua atau keluarga, seolah bukan suatu kebutuhan yang mendesak? Sesungguhnya manusia telah diciptakan dengan potensi luar biasa, di luar apa yang kita pikirkan. Hanya saja potensi tersebut seringkali hanya akan keluar pada kondisi terdesak, seperti seorang nenek bisa mel om pat dari gedung setinggi 5 meter, saat kebakaran.

KEPEPET VS IMING-IMING

Ada 2 sebab yg membuat orang tak tergerak untuk berubah. Yang pertama adalah impiannya kurang kuat, yang kedua tidak kepepet. Dua hal tersebut yang seringkali disebut orang sebagai motivasi. Kesalahan fatal yang timbul oleh sebagian besar motivator ataupun trainer motivasi lainnya adalah hanya menggunakan impian sebagai 'iming-iming' untuk menggerakkan audiens. "Apa Impian anda? Siapa yang impiannya punya mobil mewah? Rumah mewah? atau bahkan kapal pesiar?" Memang, saat di ruang seminar, mereka sangat terbawa dan termotivasi oleh sang motivator. Tapi masalahnya, sepulang dari seminar, mereka dihantam kemalasan, mungkin juga halangan-halangan bahkan seringkali oleh orang-orang yang mereka sayangi. Apa jadinya? Mereka tetap diam ditempat.

Contoh yang kedua, ada seorang salesman yang bekerja di suatu perusahaan. Seperti perusahaan lainnya, mereka menerapkan sistem bonus. "Jika anda mencapai target yang telah ditentukan, maka anda akan mendapat bonus jalan-jalan keluar negeri!" kata managernya. "Gimana, semangat?" lanjut manager berinteraksi. "Semagaat..ngat. .ngat!" sambut salesman, sambil mengepalkan tangannya seolah siap tempur. Bulan demi bulan pun berlalu tanpa pencapaian target. Kemudian si manager bertanya,"Apa bonus yang aku tawarkan kurang besar?". "Enggak kok Pak, cukup besar, mudah-mudahan bulan depan tercapai Pak". Setelah 3 bulan masa 'iming-iming' tak berhasil, si manager mulai mengubah strategi. Dia berteriak agak menekan di dalam meetingnya, "Pokoknya, jika anda tidak bisa mencapai target penjualan yang sudah saya tetapkan, anda saya PECAT!". Nah, keluarlah keringat dingin si salesman. Sekeluar dari ruangan dia langsung menyambangi calon-calon customernya, kerjanyapun semakin giat. Malas, malu, nggak pe-denya hilang seketika. Kok bisa? Karena KePePet! Yang dia pikirkan, jika dia tidak dapat memenuhi target, dia akan dipecat. Jika dipecat, penghasilannya akan nol. "Trus anak istriku makan apa?" pikirnya. Anehnya, target penjualan yang selama ini tidak pernah tercapai, bisa juga terlampaui. Itulah yang disebut The Power of Kepepet.

97% orang termotivasi karena Kepepet, bukan karena iming-iming. Maka dari itu ada pepatah mengatakan bahwa "Kondisi Kepepet adalah motivasi terbesar di dunia!". Banyak perusahaan mengkampanyekan Visi besarnya kepada seluruh karyawannya. Apa jawab mereka? "Emang gua pikirin!". Bukannya salah karyawan yang tidak peduli terhadap visi perusahaan, tapi karena visi itu tak terlihat oleh karyawan. Mereka lebih termotivasi oleh sesuatu yang berupa ancaman, baik situasi dimasa mendatang ataupun berupa punishment. John P. Kotter (Harvard Business Review) mengemukakan "Establishing Sense of Urgentcy" adalah langkah pertama untuk menggerakkan perubahan dalam suatu organisasi. Dengan melihat ancaman-ancaman terhadap k om petisi dan krisis, membuat mereka tergerak, sebelum mengkomunikasikan visi. Fungsi Visi adalah memberikan arah, sedangkan The Power of Kepepet yang mendorong untuk bergerak.

MENCIPTAKAN KONDISI KEPEPET

Coba amati biografi orang-orang sukses, banyak dari mereka yang 'kepepet' sebelumnya. Seperti pegas, saat kita tekan, maka akan menimbulkan gaya tolak yang lebih besar. Trus, apa yang harus kita lakukan? Cara pertama untuk mengeluarkan 'potensi kepepet' kita, dengan cara menvisualisasikan (membayangkan) seolah-olah kita dalam kondisi kepepet, maka kita akan memfungsikan organ tubuh dan hormon-hormon kita, bekerja secara maksimal. Misalnya, bayangkan jika hari ini Anda di-PHK, apa yang Anda rasakan?

Cara kedua, menciptakan kondisi kepepet secara fisik. Misalnya dengan berhutang untuk modal usaha, secara ot om atis akan membuat kita termotivasi untuk mengembalikan hutang. Atau, bisa juga kita terima orderan langsung, meskipun usaha belum mulai. Ada juga yang memberanikan diri membayar DP (uang muka) sewa ruko/ kios, setelah itu terpaksa berpikir bagaimana melunasinya. Jika Anda masih single dan tidak punya tanggungan keluarga, mungkin Anda mau langsung mencoba keluar kerja dan mulai usaha?! Semua itu pilihan Anda lho, jangan salahkan saya untuk risikonya. Tergantung dari karakter masing-masing orang. Saya menempuh cara yang terakhir, cukup konyol, tapi berhasil. Namun jangan lupa, Integritas dan Kredibilitas tetap harus dijaga.

Cara manapun yang akan Anda pilih, yang penting MELANGKAH, jangan kebanyakan mikir atau sekedar membaca tulisan saya ini. Karena kehidupan Anda tidak akan berubah hanya dengan membaca, tapi dengan ACTION.

"Jika rasa sakit terhadap kondisi sekarang tidak kuat, orang tak akan beranjak untuk berubah"

Salam Sukses,